Cerita Misteri Terasa Sepasang Mata Selalu Mengawasi Aku

Sepasang Mata Selalu Mengawasi Aku

                                                  Gambar Sepasang Mata Yang Seram

Sepasang Mata Selalu Mengawasi Aku

Sempatkah kalian terasa dipantau walau sebenarnya kalian tengah sendiri? Sempatkah kalian terasa mendadak merinding lantas bulu kuduk kalian berdiri? Sempatkah kalian terasa ada sepasang mata senantiasa mengintai kalian dimanapun kalian pergi? 

Kehidupan sebagai mahasiswa memanglah penuh dengan aktivitas. Terlebih bila kita turut beragam jenis organisasi kemahasiswaan seperti HMJ atau UKM. Saya yaitu seseorang mahasiswa semester 1 yang berhimpun dengan UKM Mapala lantaran berpetualang dan berbaur dengan alam memanglah adalah hobyku. UKM Mapala kampusku mempunyai demikian banyak aktivitas terkadang berjalan hingga malam atau bahkan juga awal hari. 

Saat itu Hari Jumat, tak tahu Jumat Kliwon atau tidak, tak tahu tanggal 13 atau tidak, otakku tidak demikian ingat. Cuma saja waktu UKM Mapala tengah mengadakan rapat Diklat untuk anak-anak SMA serta SMK se Kabupaten Buleleng. Rapat di hadiri oleh dua puluh orang senior ditambah sembilan orang junior termasuk juga diriku. Meskipun begitu capek juga mengantuk, diriku tetaplah berupaya tunjukkan ketertarikan sepanjang ikuti rapat. Maklumlah, anak baru, mesti senantiasa tampak semangat. 

Sekian kali kutengok jam pada handphone-ku, telah jam sebelas. Gerbang kosku telah ditutup sejam lantas, sedang rapat kami belum tunjukkan sinyal tanda bakal selesai. Kakak-kakak senior terlihat masihlah asik berbincang-bincang mengenai semua jenis aktivitas bakal kami kerjakan waktu Diklat 

“Kenapa Yuk? Kok anda keliatan resah gitu? ”, bisik Widi, anak baru juga. 

“Kos ku telah lama tutup nih”, balasku turut berbisik. 

“Entar ku anter deh, ” cowok berkulit hitam manis itu tersenyum. 

Berniat tidak kubalas lagi ucapannya lantaran Widi memanglah populer playboy di sini, semuanya cewek junior pernah didekatinya. Bahkan juga pada saat kami Diklat dahulu, dianya senantiasa berupaya mencari peluang untuk dapat duduk atau tidur berdekatan dengan cewek-cewek 

Rapat masihlah berjalan. Kakak-kakak seperti tak tahu bila kami sangatlah mengantuk, menginginkan pulang. Atau mungkin saja sesungguhnya mereka ketahui, cuma saja mereka tidak perduli. 

“Okay, lantaran semua telah terang. Rapat kesempatan ini hingga di sini saja. Permasalahan biaya ongkos bakal dibicarakan pada rapat selanjutnya minggu depan di markas kita jam 8 malam on time, bisa ngaret seandainya ngaretnya tidak kian lebih 1/2 jam. ” Kak Wisnu, ketua panitia, tutup rapat dengan guyonan garing khasnya tiga puluh menit lalu. 

Kamipun bergegas ke tempat parkir untuk mengambil motor. Kebetulan motorku parkir agak jauh di ujung serta beberapa rekanku tak ada yang parkir di sana. Kulangkahkan kakiku perlahan-lahan sembari sesekali melihat ke seputar. Universitas yan tampak mengasyikkan pada siang hari nyatanya begitu menyeramkan saat malam hari. Bunyi gesekan dahan pohon-pohon besar tumbuh di sekitaran tempat parkir mengusik kesunyian malam, memberi kesan seram

Kuambil handphone untuk menolong penerangan sekalian lihat jam. Telah jam dua belas kurang lima belas menit. Nyaris tengah malam Ketakutan mulai merasukiku. Tak tahu mengapa hatiku terasa seakan ada sepasang mata tengah mengawasi gerak-gerikku. 

Mendadak angin berdesir sedikit lebih kencang. Aura dingin menyelimutiku, kurasakan suatu hal menyentuh bahuku. Tak, tentu cuma halusinasiku saja, namun suatu hal merasa makin berat. Bulu kudukku berdiri lantas badanku gemetar. Kuberanikan diri melihat ke belakang, “Widi??? ”. 

“Ku antar ya. ” Tuturnya dengan suara dingin, sedingin angin malam. 

“Enggak usah. ” jawabku singkat. 

“Ku antar saja, telah malam. ” Tak tahu mengapa Widi tampak agak tidak sama, hilang telah suara nada genitnya. 

Kamipun pada akhirnya pulang berbarengan. Saya duluan sesaat dia terakhir. Sebagian menit lalu, kuhentikan sepeda motorku di depan satu gedung putih tingkat dua, lantas akupun turun memanggil-manggil Pak Kasmin, penjaga kos. 

Widi turut turun, dia menggenggam tanganku. Saat itu juga mulutku berhenti memanggil, menepis tangannya, “Apaan sih, Wid? ”. 

Dia mencium pipiku Peristiwanya demikian cepat, mungkin saja cuma sepersekian detik. Mukaku memanas. Tanganku terangkat, siap menampar cowok kurang ajar itu, namun mendadak pintu gerbang terbuka, Pak Kasim tampak menguap, “Kok baru pulang, Mbak? ”. 

“Tadi ada rapat, Pak. Maaf ya ganggu tidur Ayah. ” Bergegas kunaiki motorku, namun ada yang aneh. Widi mendadak telah hilang. 

Saya belum pernah memberikannya pelajaran atas perbuatan tidak senonohnya, bahkan juga telingaku tak mendengar bunyi motornya. Huh.. basic cowok hantu. Datang lantas pergi demikian saja. 

Kumasukkan motorku ke garasi kos dengan bersungut-sungut. “Awas saja anda Widi, besok bakal kubuat kau menyesal ”. 

Akupun segera masuk kamar segera menghempaskan badanku di atas kasur. Handphone-ku bergetar, telephone dari Widi. Apa lagi sih maunya tu anak?. 

“Hallo, ” jawabku dengan ketus. 

“Kamu dimana, Yuk? ”. 

“Dimana? Di mana apanya? Ya di kos lah ” bentakku. 

“Loh? Kok telah pulang duluan? Saya masihlah nungguin anda nih depan tempat parkir, mana di sini sepi, banyak nyamuk lagi, tega…” 

“Apa?? ”, handphone-ku mencelos, lepas dari genggaman tanganku. Bila Widi masihlah ditempat parkir, selalu siapa tadi nganter saya?. 

Tanpa ada kusadari, sepasang mata itu masihlah saja mengawasiku