Cerita Misteri Malaikat Pendampingku

Cerita Misteri Malaikat

                                                                  Gambar Malaikat

Cerita Misteri Malaikat

“Aku tidak mau  ” saya memulai hariku dengan satu teriakan ; untungnya teriakan itu tersangkut di tenggorokanku, jadi tak ada orang yang terganggu. 

Saya mengucek-ngucek mataku serta menguap sekian kali. Saya sangat malas untuk tuun dari tempat tidurku yang hangat. Saya sangat malas untuk menggerakkan kakiku. Saya sangat malas untuk menuruti kata hatiku, “Aku tidak mau  ” saya berteriak lagi, kesempatan ini saya menutupi mulutku dengan bantal. Saya tidak mau lihat muka itu. Saya tidak suka muka buruk itu  

“Ayolah, saya penasaran  ” hatiku menekan. 

“Nggak ingin  ” 

“Bisa saja telah ilang  ” 

“Nggak ingin  ” 

“Please…. sekali saja  ” hatiku berlutut, memelas, memohon-mohon. 

Saya nyerah  Saya menyeret tubuhku turun dari kasur serta kuseret kakiku perlahan-lahan. Saya takut. Saya juga deg-degan. Seperti apa saat ini muka buruk itu? Saya mengkalkulasi langkahku. Kesangsian mulai merasukiku, bagaimana bila saya tak kuat? 

“Lelet banget  Cepet deh  ” si boss mengkomando. 

“Kita tidak lagi cepat-cepat kan? ” saya ajukan pertanyaan pada hatiku. 

“Aku penasaran  ” hatiku teriak. 

Fyuuhhh… Akupun melangkahkan kakiku dengan lebih cepat sampai pada akhirnya saya hingga. Dia disana, menutupi pipi kanannya dengan tangan. Saya menatapnya, dia menatapku. Saya berbalik, saya belum siap, “Pengecut  ” si hati sok berkuasa itu menghinaku. Saya bukanlah pengecut  Saya mengambil langkah mendekatinya. Saya lihat dengan kuatir bagaimana dia menggerakkan tangan yang digunakan menutupi pipinya. Sial  Sisa itu masihlah disana  Besar  Hitam  Menjijikkan  

Hatiku membisu, tidak berani lagi menyuarakan perintah-perintah maupun ejekannya. Saat ini tinggal saya serta dia, sama-sama tatap, berdiri dalam kesunyian. Saya menunduk. “Aku tidak mau. Saya tidak mau. Tidak mau. Tidak mau  ” saya mengatakan mantra itu berkali-kali kali, seakan itu yaitu mantra pengusir monster yang berdiri di depanku. 

“Kamu tidak dapat sembunyi selalu. ” Hatiku berkicau lagi, tetapi kesempatan ini dengan nada lembut keibuan, tidak lagi nyolot seperti tadi. Hatiku benar. Saya tak dapat terus menerus sembunyi. Saya mesti menghadapinya. 

Saya berupaya menghimpun keberanianku. Saya memerhatikan si yang memiliki sisa luka buruk itu dari kaki hingga kepala. Dia miliki badan yang bagus. Tidaklah terlalu kurus serta tidaklah terlalu gendut. Dia lumayan tinggi, sekitaran 168centimeter. Rambutnya hitam panjang. Kulitnya putih seperti orang Jepang. Matanya, oh matanya. Saya telah lama mengetahui mata itu, tetapi baru kesempatan ini saya dapat menatapnya dengan dalam. Bibirnya tertutup rapat, tetapi matanya, mereka bicara. 

Saya tutup mataku, coba merangkai bebrapa peristiwa dari narasi yang sampai kini saya cobalah lupakan. 

Itu berlangsung dua minggu waktu lalu. Gadis itu pulang sekolah berbarengan beberapa rekannya. Dia tampak begitu cantik. Semuanya yang memandangnya pastinya akan kagum karena itu. Dia jalan dengan anggun, seperti seseorang puteri dari negeri dongeng. 

“Gila… Panes banget hari ini. ” Salah seseorang rekannya berkata sembari mengipasi berwajah dengan buku.

“Aku bener-bener mengharapkan saya cukup usia untuk miliki SIM. ” Kata gadis itu, si monster. Dia mengambil satu cermin kecil dari tasnya serta mengecheck make-up nya, “Gimana penampilanku? ” dia ajukan pertanyaan pada beberapa rekannya. 

“Cantik, seperti umum. ” 

Dia tersenyum, “Aku tahu. ” Dia menyimpan cermin kecil itu di tasnya, namun sebelumnya cermin iu masuk kedalam tas, dia berteriak, “Minggir  ” ada seseorang anak kecil di depannya serta satu truck bergerak ke arahnya. Anak itu tak bergerak, dia seperti terhipnotis. 

Si monster lari serta mendorongnya. Terdengar bunyi klakson serta rem yang berdecit, “Minggir  ” sopir truck berteriak dengan cemas, tetapi terlambat, cewek itu tertabrak. Peristiwa itu berlangsung dalam waktu relatif cepat mata. 

Mataku masihlah tertutup ; saya berupaya mengingat peristiwa selanjutnya. Bila saya tak salah, cewek itu tersadar sekian hari sesudah dia tertabrak. Dia ada dirumah sakit, ke-2 orang tuanya ada disana. Mereka begitu lega putri yang paling disayangi mereka telah siuman. 

“Nina dimana Ma? ” 

“Kamu dirumah sakit, sayang. Bagaimana kondisimu? Ada yang sakit? ” 

“Rumah sakit? ” 

Ibunya bercerita kecelakaan yang menimpanya. 

“Nina inget saat ini, bagaimana kondisi anak itu? ” 

Ayahnya menjawab, “Dia baik-baik saja. Ibunya senantiasa dateng kesini. Dia begitu berterimakasih. ” 

Cewek itu tersenyum, namun senyumnya menghilang waktu dia lihat rasa sedih di raut muka ke-2 orang tuanya, “Ada apa, Pa, Ma? ” 

“Nggak ada apa-apa. ” Ibunya menjawab sembari mengusap air mata yang mendadak meleleh di pipinya. 

“Jangan bohong  Mengapa Ibu menangis? ” 

Sang bapak menerangkan kondisi yang sesungguhnya, “Kamu ditabrak truck serta sebagian potongan kaca melukai pipimu. Kata dokter luka itu bakal meninggalkan sisa yang mungkin saja tak dapat hilang. ” 

JEDAR   

Hari itu cerah, tak ada hujan, namun ada halilintar di satu diantara ruang tempat tinggal sakit itu, “Apa? ” cewek itu shocked. Diapun lihat bayangannya di satu vas bunga yang besar. Dia melepas perban yang menutupi berwajah, dia nyaris pingsan sesudah tahu apa yang perban itu menyembunyikan, fakta yang begitu pahit  Disana, di pipi putihnya, ada sisa luka yang cukup besar, “Nggak  ” dia melempar vas itu ke lantai. 

Mulai sejak hari itu, dia senantiasa mengurung diri di kamar. Dia tidak ingin berjumpa siapa saja. Dia begitu malu. 

Tok tok tok … Terdengar ketukan di pintu, “Siapa? ” dia ajukan pertanyaan dengan malas. 

“Ini Ibu, buka pintunya Nin. ” 

Pintupun di buka perlahan-lahan, dia lihat mamanya berbarengan seseorang wanita, orang asing, “Ini yaitu Bu Sari, ibu dari anak kecil yang kamu selamatkan saat itu. Sesungguhnya beliau menginginkan menemuimu dari sekian hari waktu lalu, namun ibu rasa kamu belum siap. ” 

“Terimakasih banyak nak, ibu tidak paham apa yang bakal berlangsung pada Rangga bila nak Nina tak menyelamatkannya. Nak Nina memanglah seseorang malaikat. ” 

MALAIKAT  Saya buka ke-2 mataku. MALAIKAT, ulangku. 

Saya memandang monster, eh, malaikat itu, lagi. Dia tersenyum. Oh Tuhan, dia tampak cantik. Sisa luka itu tak menghilang, masihlah di pipinya, namun dia tampak cantik. Senyumnya manis. Ya, manis. Malaikat